.

blog tanpa esai jenial

.

Jumat, Januari 16, 2009

I Ketut Rina

Wajah yang tidak asing tentunya. Aku tidak mengenalnya. Melihat dia secara langsung saat ekskursi ke Bali di awal kuliah. Salah satu momen paling berkesan dalam pertunjukannya, saat adegan ia terkapar dan dikelilingi anak-anak lelaki yang berdiri sambil ber-cak-cak-cak diterangi obor-obor yang dibawa beberapa anak lainnya. Dengan gerakan kecil jemarinya, dan bisikan, ia menyuruh beberapa anak untuk bergeser mengisi ruang yang kosong di dekatnya. Saat itu, di mata kebanyakan penonton, ia adalah kera yang terkapar, namun di mataku, ia adalah guru yang sedang mengajar.

Mesin jahit kepunyaan Pa.


Waktu Pa hidup, aku tidak pernah tertarik untuk belajar menggunakan mesin jahit ini, atau belajar memotret dengan kamera SLR-nya. Semua anaknya segan untuk menggunakan barang-barang pribadi kepunyaan Pa. Setelah dia meninggal, di kelas 1 SMA aku belajar menggunakan kamera SLR-nya, dan sewaktu kelas 2 SMA aku menjahit tas sekolahku menggunakan mesin jahitnya. Aku merindu, dan kerap berandai-andai akan reaksinya melihat karya-karyaku. Apakah ia akan memarahiku karena seringkali mengusutkan benang di sekoci? Ataukah ia akan membantuku untuk memotong benang-benang kusut itu? Akankah ia akan memarahiku karena memotret dengan lensa yang dibalik? Ataukah ia juga akan keranjingan memotret dengan lensa yang dibalik?

Mama-nya fotografer amatir


Salah satu momen berkesan bersama Ma, adalah saat memotret bunga ini. Sewaktu aku masih SMA. Bunga ini tumbuh begitu saja di halaman depan rumah kami, di Yogya. Ma bantu pegang senter, sementara aku mengatur fokus. Setelah itu aku asyik sendiri bermain cahaya.

web blog #1-ku

Terima kasih pada seorang dosen, yang mendukung aku untuk membuat blog sebagai media untuk unjuk rasa dan unjuk bisa. Maaf sementara tidak menyebutkan nama anda.
Akhir 2008 adalah titik jenuh bagiku untuk berdiam diri, sekarang saatnya aku cerewet dan pamer.