.

blog tanpa esai jenial

.

Jumat, Maret 27, 2009

Sekolah Sirkus



Kertas buram, di SMA fungsinya untuk corat-coret menghitung rumus soal-soal pelajaran eksakta. Di kertas buram bagianku, hanya ada angka tanggal, penunjuk waktu, kapan aku menggambar di atasnya.

Si Elok Di Pojokan



Waktu SMA aku lelah sering dibicarakan dalam rapat evaluasi para guru. Aku lemah dalam pelajaran eksakta. Aku duduk sendiri di suatu pojok, dekat gudang, dekat parkir sepeda motor guru. Duduk di dekat kotak kayu ukuran 60 cm kubik, tempat sampah. Di dekatnya ada kamboja mini yang indah. Dalam pot. Kenapa tanaman seindah itu ada di pojok? Apa pada masa itu keindahan sudah tidak menarik? Aku masih tertarik, terlalu tertarik. Apakah karena itu, waktu itu, aku juga dipojokan?
Aku menggambar citranya di kertas buram.
Tentang si kertas buram, seharusnya ia penuh dengan coretan-coretan rumus matematika saat ujian, karena memang itu fungsinya, fungsi yang sekolah inginkan dari kertas itu. Tapi aku mengubah fungsinya.
Pihak sekolah pun ingin aku berfungsi seperti yang mereka mau. Bagi mereka, aku harus bisa mengerjakan soal-soal aljabar dan soal-soal fisika. Banyak waktu kuhabiskan di depan kelas, berdiri, dipermalukan. Waktu itu aku ingin sekali menantang para guru untuk menggambar.

Pilot Ngudutan



Waktu SMA, aku suka ke perpustakaan sekolah. Buka buku-buku berbahasa Inggris yang aku ga ngerti artinya, tapi aku suka liat gambarnya. Buku-buku tentang Perang Dunia I dan II. Salah satunya ada foto pilot. Aku buat sketsa-nya.